Kamis, 18 Februari 2016

Aku dan Pemburu Matahari


Tinggal hitungan belasan hari nih, kita bakal kedatangan ‘tamu’ yang istimewa. Tamu yang datangnya nggak sebulan sekali, bahkan setahun sekalipun tidak. Terakhir dia datang tahun 1995.  Terus baru dateng lagi besok Maret 2016,dan cuma datang sebentar pulla. Lalu bakal bertamu lagi tahun 2023. Tamu macam apa coba?? datang sebentar, datangnya lagi beberapa tahun kemudian. Maunya apa sih? >,<


Foto dari blog.detik.com
Eiitss,,, jangan terbawa emosi, dan tetaplah tersenyum. Tamu istimewa kita adalah Gerhana Matahari Total. Seperti yang sedang hangat diberitakan di media-media seperti blog dan dunia maya bahwa tahun 2016, Indonesia akan dilewati oleh gerhana matahari total. Selama tahun 1901 sampai dengan sekarang, gerhana metahari melintasi tanah air kita sembilan kali. Terakhir 21 tahun lalu pada tahun 1995. Jelang gerhana matahari total Maret 2016, Kementrian Pariwisata menggelar kompetisi foto, video dan tulisan bertema gerhana. Kompetisi ini jadi salah satu cara meningkatkan kunjungan wisnus (detik.com ,2016). Adanya fenomena gerhana Matahari total pada 9 Maret 2016 mendatang, diramalkan akan meningkatkan permintaan pariwisata di Indonesia, terutama wilayah-wilayah yang dilintasi oleh gerhana matahari diantaranya seperti Palembang, Belitung, Lubuk Linggau, Manggar, Tanjung Pandan, Toboali, Palangkaraya, Balikpapan, Sampit, Palu, Poso, Ternate, Tidore, Sofifi, Jailolo, Kao, Koba dan Maba. 

Dengan meningkatnya permintaan tersebut, kita akan mendapatkan banyak dampak positif. Salah satunya adalah meningkatnya pendapatan daerah. Sebagai contoh fenomena gerhana matahari total di Belitung, diharap dapat mempromosikan pariwisata Belitung ke kancah dunia. Sebabnya, turis dari Malaysia dan Singapura juga akan datang ke sana, sekaligus jalan-jalan. Maka dari itu banyak himbauan kepada pengelola hotel, restoran, tour operator, tour agent dan pelaku wisata untuk terus mengoptimalkan persiapan menyambut gerhana matahari total. Wisatawan harus puas supaya mereka bisa hadir secara berkesinambungan, untuk mengeksplorasi Bangka Belitung lebih lama lagi.

Selain dampak positif yang diterima pemerintah Indonesia atas adanya fenomena gerhana matahari total, saya sendiri merasakan dampaknya. Salah satunya adalah menyalurkan hobi saya menulis untuk mengikuti kompetisi pencarian Laskar Gerhana Detikcom. Travelling dan Camping, menjadi habi saya yang lain. Dengan kedua hobi tersebut dan fanatiknya dengan keindahan matahari, saya dan rekan saya mengenalkan diri sebagai “Pemburu Matahari”. Sampai saat ini, matahari yang kami buru adalah sunrise dan sunset, diantaranya sunset Pantai Menganti, Sunset Watu Meja, sunset pantai Teluk Penyu, Golden Sunrise Sikunir Dieng, Sunrise Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Slamet dan masih beberapa lagi keindahan dari 0 meter diatas permukaan air laut (Mdpl) maupun ribuan Mdpl.

Seorang pemburu matahari rasanya belum lengkap jika belum memburu gerhana Matahari. Kesempatan pertama tahun 1995, saya belum beruntung karena saat saya masih berusia 1,5 tahun. Jangankan memburu, berjalanpun masih jatuh bangun. Jika hilang kesempatan pertama, pasti ada kesempatan kedua. Tibalah kesempatan kedua di usia 23 tahun, kesempatan emas yang kilaunya seindah sunrise. Berharap saya mampu mendapatkannya, karena kesempatan ketiga saya di tahun 2023 kelak mungkin bukan menjadi kesempatan saya, tapi kesempatan bidadari-bidadari mungil yang akan saya lahirkan untuk meneruskan memburu matahari.

Foto Sunrise Sikunir (koleksi pribadi)

Keindahan  matahari terbit atau lebih dikenal Sunrise-pun menginspirasi saya untuk menuliskan skripsi penyelesaian studi S-1 di bidang Ekonomi Pembangunan yang sedang saya jalani saat ini. Kawasan wisata Sunrise Sikunir Desa Sembungan Kecamatan Kejajar Wonosobo menjadi objek penelitian saya terkait valuasi ekonomi sumberdaya alam. Tempat diatas awan bagaikan negeri khayangan dimana diri ini mampu melihat keindahan mutiara bulat kuning kemerahan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.


 Foto Golden Sunrise Sikunir Dieng

Referensi:




Nama: Dwi Pangesti

Nama pena: Hesti Dwi

Domisili: Banyumas, Jawa Tengah

*Penggerak Pena Bertinta Bening, Perangkai Kata Yang Tak Pernah Tersampaikan Lewat Suara