Jumat, 07 September 2018

Janganlah Bermimpi, Membayangkan Saja, Cukup

Malam menunjukan pukul 21.13 , dan menunjukan pula hatiku yang kian terpukul karena kebodohanku membayangkan hal-hal yang tidak ada kemungkinan.
Atau lebih tepatnya sangat kecil kemungkinannya.
.
Lagi dan lagi, sebuah perasaan ku muncul. Perasaan yg entah disebut iri, iba, atau ketidaksukaan sepihak atau Justru puing puing pengharapan yg pernah kau remukan dulu.
Melihat nya menulis status:
.
"Sisakan 1 untuk ku agar kelak dapat ku ajak keliling Papua, Jepang dan Makkah. Siapapun itu asalkan cinta dan sayang Mu pada ibu ku adalah hidayah dari Allah SWT untuk mencintaiku"

Dear, sang penulis status.
Jika bisa, ingin sekali aku marah padamu. Bagaimana tidak marah, kau sudah buat diri ini membayangkan menjadi jawaban Tuhan bahwa,
Akulah dia yg tersisa 1 untuk mu
Akulah yang mendampingi mu dari tanah Papua hingga Makkah.
Akulah yg akan mencintai dan menyayangi ibumu.
Akulah yg ingin menjadi milikmu satu2 nya.
Akulah yg menjadi seorang yg dipanggil 'ibu' oleh malaikat kecilmu kelak.
Akulah yg menjadi tempat mu berkeluh kesah.
Akulah yg menjadi seorang yg menerimamu apa adanya.
Aku ... Aku... Dan aku...
Iya cukup aku saja yg akan selalu ada untuk mu dan menjadi penyempurna separuh agamamu.
.
Tapi...
Bukan kah yg aku ucapkan tadi hanyalah bayang-bayang, lebih tepatnya angan. Tak berharap besar menjadi nyata, bahkan bermimpipun, jangan.